Pusaka Warisan Weluhur Yang Adiluhung
Sejarah Pencak Silat
Dalam sepanjang sejarah manusia, peperangan memiliki usia setua
peradaban manusia itu sendiri. Sejak manusia pertama diciptakan sudah muncul
peperangan untuk pertama kalinya, ketika putra nabi Adam membunuh saudara nya,
saat itulah peperangan pertama terjadi. Selanjutnya manusia terus berkembang,
beranak pinak menyebar keseluruh penjuru bumi. Dalam kehidupannya manusia
mengalami pergesekan-pergesekan dengan sesama manusia lain, dengan alam, hewan
dan lain-lain. Maka untuk mempertahankan diri dan menyelamatkan nyawa dari
bahaya, manusia kemudian menemukan cara-cara atau teknik-teknik berupa
gerakan-gerakan tertentu, yang kemudian mereka ajarkan kepada sesamanya.
Dalam perkembangannya, teknik-teknik mempertahankan diri itupun
mengalami kemajuan, dan mencapai tingkat yang fatal jika terkena lawan.
Peperangan yang terjadi pada umat manusia menjadi medan untuk mengaplikasikan
teknik-teknik membunuh tersebut, dan dengan begitu teknik-teknik membunuh itu
dari masa-kemasa semakin efektif dan ampuh.
Nenek moyang bangsa
Indonesia telah memiliki cara pembelaan diri yang ditujukan untuk melindungi
dan mempertahankan kehidupannya atau kelompoknya dari tantangan alam. Mereka
menciptakan bela diri dengan menirukan gerakan binatang yang ada di alam
sekitarnya, seperti gerakan kera, harimau, ular, atau burung elang. Asal mula
ilmu bela diri di nusantara ini kemungkinan juga berkembang dari keterampilan
suku-suku asli Indonesia dalam berburu dan berperang dengan menggunakan parang,
perisai, dan tombak, misalnya seperti dalam tradisi suku Nias yang hingga abad ke-20 relatif tidak tersentuh
pengaruh luar.
ISTILAH
Istilah silat dikenal secara luas di Asia Tenggara, akan
tetapi khusus di Indonesia istilah yang digunakan adalah pencak silat.
Istilah ini digunakan sejak 1948 untuk mempersatukan berbagai aliran seni bela
diri tradisional yang berkembang di Indonesia.[3] Nama "pencak" digunakan di Jawa, sedangkan
"silat" digunakan di Sumatera, Semenanjung Malaya dan Kalimantan.
Dalam perkembangannya kini istilah "pencak" lebih mengedepankan unsur
seni dan penampilan keindahan gerakan, sedangkan "silat" adalah inti
ajaran bela diri dalam pertarungan.
Silat diperkirakan menyebar di kepulauan
nusantara semenjak abad ke-7 masehi, akan tetapi asal mulanya belum dapat ditentukan secara
pasti. Kerajaan-kerajaan besar, seperti Sriwijaya dan Majapahit disebutkan memiliki pendekar-pendekar besar yang menguasai ilmu
bela diri dan dapat menghimpun prajurit-prajurit yang kemahirannya dalam
pembelaan diri dapat diandalkan.[4] Peneliti silat Donald F. Draeger berpendapat bahwa bukti adanya
seni bela diri bisa dilihat dari berbagai artefak senjata yang ditemukan dari
masa klasik (Hindu-Budha) serta pada pahatan relief-relief yang berisikan
sikap-sikap kuda-kuda silat di candi Prambanan dan Borobudur. Dalam bukunya, Draeger menuliskan bahwa senjata dan seni beladiri
silat adalah tak terpisahkan, bukan hanya dalam olah tubuh saja, melainkan juga
pada hubungan spiritual yang terkait erat dengan kebudayaan Indonesia.
Sementara itu Sheikh Shamsuddin (2005)[5] berpendapat bahwa terdapat pengaruh ilmu bela diri dari Cina dan India dalam silat. Hal ini karena sejak awal kebudayaan Melayu telah
mendapat pengaruh dari kebudayaan yang dibawa oleh pedagang maupun perantau
dari India, Cina, dan mancanegara lainnya.
Pencak silat merupakan warisan asli budaya bangsa Indonesia, yang
terdiri dari berbagai perguruan/aliran
pencak silat. Sejarah lahirnya pencak silat tidak diketahui secara
pasti, namun beladiri pencak silat dimungkinkan sudah ada di tanah air sejak
peradaban manusia di Indonesia.
Menurut
Notosoejitno (1999: 4-6) perkembangan sejarah pencak silat dapat di bagi
menjadi dua jaman, yang terdiri dari:
1. Jaman Pra Sejarah
2. Jaman
Sejarah, di bagi menjadi lima yaitu: (a) Jaman Kerajaan-Kerajaan, (b) Jaman
Kerajaan Islam, (c) Jaman Penjajahan Belanda, (d) Jaman Penjajahan Jepang, dan
(e) Jaman Kemerdekaan
Pada jaman pra sejarah belum ada istilah pencak silat, namun pada
jaman ini manusia purba sudah mengenal pembelaan diri dalam arti untuk
mempertahankan hidup. Hal ini sangat dibutuhkan mereka karena pada jaman itu
manusia dapat bertahan hidup bila mereka dapat mengatasi rintangan-rintangan
alam yang ganas, hidup di hutan belantara dan selalu berhadapan dengan berbagai
binatang besar yang buas. Tantangan yang
paling berbahaya tersebut adalah serangan dari binatang buas yang hidup di
hutan-hutan.
Ganasnya alam yang
menatang pada saat itu, memaksa mereka
harus membela diri dengan tangan kosong dan perlengkapan yang sederhana.
Perjuangan hidup tersebut membuat mereka dapat bertahan untuk hidup. Lahirnya beladiri pada saat itu belum
ada nama, namun itu merupakan naluri mereka untuk bertahan hidup.
JAMAN
KERAJAAN-KERAJAAN
Perkembangan jaman
terus berputar, maka muncullah ilmu beladiri yang bertujuan untuk
mempertahankan kekuasaan maupun daerah pada saat jaman kerajaan-kerajaan baik
di Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, sampai dengan daerah Semenanjung
Melayu. Mereka menciptakan bela diri (jurus-jurus) dengan meniru gerakan
binatang yang berada di lingkungan alam sekitarnya.
Gerakan-gerakan
yang diciptakan juga disesuaikan dengan alam sekitarnya yang berbukit-bukit,
dan berbatuan. Misalnya jurus yang diciptakan meniru gerakan harimau, kera,
ular, dan burung. Oleh karena kondisi lingkungan yang berbukit dan berbatuan,
maka gerakannya banyak lompatan/ loncatan. Orang-orang yang hidup di pegunungan
biasa berdiri, bergerak, berjalan dengan langkah kedudukan kaki yang kuat untuk
menjaga agar tidak mudah jatuh selama bergerak di tanah yang tidak rata.
Biasanya menciptakan beladiri yang mempunyai ciri khas kuda-kuda yang kokoh
tidak banyak bergerak. Sedangkan gerakan tangan lebih lincah, banyak ragamnya
dan ampuh daya gunanya.
Penduduk yang
hidup di daerah berawa, tanah datar, padang rumput biasa berjalan bergegas,
lari, sehingga gerakan kakinya menjadi lincah. Mereka menciptakan beladiri yang
lebih banyak memanfaatkan kaki sebagai alat beladiri. Akhirnya setiap daerah
mempunyai beladiri yang khas dan berbeda dengan daerah lainnya, sehingga
timbullah aliran beladiri beraneka
ragam.
Pada jaman
kerajaan beladiri sudah di kenal untuk keamanan serta untuk memperluas wilayah
kerajaan dalam melawan kerajaan yang lainnya. Pada jaman ini kerajaan yang mempunyai
prajurit kuat dan tangguh, maka mereka mempunyai wilayah jajahan yang luas.
Prajurit yang mempunyai ilmu beladiri tinggi maka ia akan mendapat jabatan yang
tinggi pula ( patih ).
Kerajaan-kerajaan pada waktu itu seperti:
Kerajaan Kutai, Tarumanegara, Mataram,
Kediri, Singasari, Sriwijaya, dan Majapahit mempunyai prajurit yang dibekali
ilmu beladiri untuk mempertahankan wilayahnya.
Bahkan dua Kerajaan
Sriwijaya dan Kerajaan Majapahit keduanya mempunyai pasukan kuat beserta armada
lautnya sehingga terkenal sampai keluar wilayah nusantara. Tahun 671 Kerajaan
Sriwijaya mengembangkan wilayahnya sampai ke Melayu, tetapi setelah menurunnya
kekuasaan kerajaan Sriwijaya pada abad 7-12, maka mulai abad 13 muncullah
kerajaan islam Samudra Pasai (Notosoejitno, 1999: 15). Abad 16 Samudra Pasai
mencapai puncaknya sampai ke Malaka, namun demikian istilah beladiri pencak
silat belum ada.
Baru tahun 1019-1041 pada jaman kerajaan
Kahuripan yang dipimpin oleh Prabu Erlangga dari Sidoarjo, sudah mengenal ilmu
beladiri pencak dengan nama “Eh Hok Hik”, yang artinya “Maju Selangkah Memukul” (Notosoejitno, 1999:
15). Prabu Erlangga ini merupakan pendekar ulung yang mempunyai ilmu beladiri
yang tinggi, oleh karenanya raja, bangsawan, kesatria, prajurit pada waktu itu
wajib belajar beladiri. Pada saat itu prajurit yang memiiliki ilmu beladiri
tinggi, maka semakin tinggi pula kedudukannya.
JAMAN
KERAJAAN ISLAM
Pada jaman kerajaan Islam perdagangan dan
pelayaran internasional sudah berlangsung sehingga para pedagang dan saudagar
dari negara-negara Arab, Cina, serta Asia Timur banyak berdatangan di
Indonesia. Mereka selain berdagang juga pertukaran kebudayaan sehingga
memungkinkan pencak silat sebagai budaya bangsa kita dibawa ke luar negeri,
namun demikian juga terjadi asimilasi beladiri yang dibawa oleh para saudagar.
Perdagangan dan pelayaran internasional ini sudah dilakukan sejak
kerajaan islam yang dipimpin oleh Bani Umayah, dengan Asia Timur pada Dinasti
Tang dari Cina. Bahkan pada jaman kerajaan Sriwijaya wilayah perdagangannya
selain di negara-negara Asia Tenggara sampai ke Asia Timur.
Beberapa deretan
pendekar dan pahlawan yang mahir pencak silat adalah ; Patih Gajah Mada, Para
Wali Songo (Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ngampel, Sunan Bonang, Sunan Drajad,
Sunan Giri, Sunan Kalijaga, Sunan Kudus, Sunan Muria, dan Sunan Gunung Jati).
Adapun para raja yang tangguh adalah: Panembahan Senopati, Sultan Agung, Pangeran
Diponegoro, Cik Ditiro, Teuku Umar, dan Imam Bonjol. Sedang pendekar wanitanya
adalah: Sabai Nan Putih, dan Cut Nyak Din.
JAMAN PENJAJAHAN
Pada jaman
penjajahan pencak silat dipelajari oleh punggawa kerajaan, kesultanan, dan para
pejuang untuk menghadapi penjajah. Perkembangan sejarah pencak silat pada jaman penjajahan di bagi menjadi dua, yaitu:
1.
Jaman Penjajahan Belanda
2.
Jaman Penjajahan Jepang
Pada jaman
penjajahan Belanda pencak silat diajarkan secara rahasia dan sembunyi-sembunyi,
karena takut diketahui oleh penjajah. Kaum penjajah khawatir bila kemahiran
pencak silat tersebut akhirnya digunakan untuk melawan mereka. Kekhawatiran itu
memang beralasan, karena hampir semua pahlawan bangsa seperti: Cik Ditiro, Imam
Bonjol, Fatahillah, Pangeran Diponegoro, adalah pendekar silat. Oleh karena itu
banyak perguruan-perguruan pencak silat yang tumbuh tanpa diketahui oleh
penjajah, bahkan sebagian menjadi perkumpulan rahasia.
Notosoejitno
(2001: 1) menyatakan bahwa dilihat dari sosok, profil atau tampilan pencak silat di Indonesia ada tiga, yaitu:
1.
Pencak silat asli (original), ialah pencak silat yang berasal dari
lokal dan masyarakat etnis di Indonesia.
2.
Pencak silat bukan asli yang sebagian besar berasal dari Kung Fu,
Karate dan Jujitsu.
3.
Pencak silat campuran, ialah campuran antara pencak silat asli dan
bukan asli (beladiri asing). Pencak silat bukan asli adalah beladiri dari asing
yang ingin bergabung dengan nama pencak silat
termasuk peraturan AD dan ART disesuaikan dengan IPSI.
Pencak silat juga dipelajari oleh banyak kaum
pergerakan politik termasuk beberapa organisasi kepanduan nasional. Dengan
diam-diam perguruan pencak silat berhasil memupuk kekuatan yang siap untuk
melawan penjajah sewaktu-waktu. Bagi kaum pergerakan yang ditangkap oleh
penjajah dan dibuang secara diam-diam, mereka menyebarkan beladiri pencak silat
di tempat pembuangan. Namun penjajah Belanda mempunyai politik yang ampuh dalam
memecah belah antar suku bangsa atau aliran pencak silat (devide et impera ).
Lain halnya pada penjajahan Jepang pencak
silat dibebaskan untuk berkembang, namun dibalik itu dimanfaatkan demi
kepentingan Jepang untuk menghadapi sekutu. Bahkan anjuran Shimitzu diadakan
pemusatan tenaga aliran pencak silat di seluruh Jawa secara serentak yang diatur oleh pemerintah di Jakarta. Namun pada waktu itu tidak disetujui
diciptakannya pencak silat olahraga yang diusulkan oleh para pembina pencak
silat untuk senam pagi di sekolah-sekolah. Hal ini disebabkan akan
menyaingi senam Taisho Jepang yang
dipakai senam setiap pagi hari.
JAMAN KEMERDEKAAN
Sebelum Indonesia merdeka pencak silat ikut
andil dalam perjuangan bangsa dalam melawan penjajah baik Belanda maupun
penjajah Jepang. Hal ini dibuktikan pada masa penjajahan sudah banyak
bermunculan nama-nama perguruan/aliran pencak silat yang bertujuan untuk
membekali pejuang dalam melawan penjajah.
Kemahiran ilmu beladiri pencak silat ini
terus dipupuk guna melawan penjajah secara gerilya pada jaman kemerdekaan.
Perguruan-perguruan pencak silat pada waktu itu sibuk untuk menggembleng
tentara dan rakyat, di samping itu pesantren-pesantren, gereja-gereja, dan
tempat-tempat ibadah selain untuk beribadah juga digunakan untuk latihan
beladiri pencak silat. Sebagai contoh perang fisik bulan Nopember tahun 1945 di
Surabaya dalam melawan sekutu, banyak menampilkan pejuang yang gagah perwira
dari Pondok Pesantren Tebu Ireng, Gontor, dan Jamsaren (Atok Iskandar, 1999:
12).
Dari hasil yang diperoleh para pemimpin
bangsa dan para pendekar pada waktu itu menyadari bahwa pelajaran pencak silat
berhasil memupuk semangat juang dan menggalang persaudaraan yang erat. Oleh
karena itu setelah proklamasi kemerdekaan tahun 1945 dimana Belanda melancarkan
lagi agresinya dua kali, maka pencak silat dimanfaatkan lagi secara maksimal
guna menghadapi serangan Belanda.
Pada masa pemberontakan politik PKI Madiun,
dan Darul Islam atau DI/TII, kemahiran beladiri pencak silat digunakan lagi
dengan strategi Pagar Betis, yaitu pengepungan pemberontak oleh para tentara
bersama rakyat yang telah dibekali ilmu beladiri. Pada jaman kemerdekaan ini
perkembangan pencak silat dibagi menjadi lima periode yang meliputi : (1)
Periode Perintisan, (2) Periode Konsolidasi dan Pemantapan, (3) Periode
Pengembangan, dan (4) Periode Pembinaan.
1.
Periode Perintisan (tahun 1948-1955)
Pada periode ini adalah perintisan
berdirinya organisasi pencak silat yang bertujuan untuk menampung
perguruan-perguruan pencak silat. Pada tanggal 18 Mei tahun 1948 di Solo
(menjelang PON I), para pendekar berkumpul dan membentuk Organisasi Ikatan
Pencak Silat Seluruh Indonesia (IPSSI). Ketua umum pertama IPSSI adalah
Wongsonegoro. Kemudian tahun 1950 kongres I di Yogyakarta salah satunya
mengubah naman IPSSI menjadi IPSI (Ikatan Pencak Silat Indonesia), yang
dimaksud untuk menggalang kembali semangat juang bangsa Indonesia dalam
pembangunan (Sukowinadi, 1989: 7). Selain itu IPSI mempunyai tujuan
persaudaraan yang dapat memupuk persaudaraan dan kesatuan bangsa Indonesia
sehingga tidak mudah dipecah belah.
Sepuluh perguruan
historis yang mendirikan IPSI adalah: Putra Betawi, PPSI, Setia Hati, Setia
Hati Terate, Perisai Diri, Perisai Putih,
Tapak Suci, Perphi Harimurti, Phasaja Mataram, dan Nusantara.
Tahun 1948 sejak
berdirinya PORI (Persatuan Olahraga Indonesia) yaitu wadah induk-induk
organisasi olahraga, IPSI sudah menjadi anggota. IPSI juga ikut aktif
mendirikan KONI (Komite Olahraga Nasional Indonesia). Pada PON I dan II cabang
pencak silat belum dipertandingkan, tetapi hanya untuk demonstrasi.
2.
Periode Konsolidasi dan Pemantapan (tahun 1955-1973)
Setelah
terbentuknya organisasi pencak silat, maka IPSI mengkonsolidasikan kepada
anggota-anggota perguruan pencak silat di seluruh Indonesia. Untuk pemantapan
program sehingga pencak silat selain sebagai beladiri juga dapat dipakai
olahraga, maka dibuatlah peraturan pertandingan pencak silat. Sebelum dibuat
peraturan pertandingan pencak silat pada PON III bersifat eksibisi, tanpa
diperhitungkan medalinya. Dengan terbentuknya peraturan tersebut maka pada PON
VIII pencak silat untuk pertama kali dipertandingkan dan telah diikuti 15
daerah.
3.
Periode Pengembangan (tahun 1973-1980)
Setelah Wongsonegoro ketua IPSI tahun
1973-1977 dipimpin oleh Tjokropranolo (wakil gubernur DKI Jaya). Pada periode
ini pencak silat dikembangkan dengan mengadakan seminar pencak silat yang
pertama di Tugu Bogor (tahun 1973).
Pengembangan pencak silat pada periode ini tidak hanya di dalam negeri
saja, tetapi ke luar negeri, yaitu eksibisi ke Belanda, Jerman, Australia, dan
Amerika. Pada tanggal 22-23 September tahun 1979 berlangsung Konverensi
Federasi Pencak Silat Internasional yang dihadiri oleh negara Singapura,
Malaysia, Brunai Darussalam, dan Indonesia sebagai tuan rumah.
Pada
tanggal 7-11 Maret 1980 di Jakarta ketua umum Ikatan Pencak Silat Indonesia
bapak H. Eddy Marzuki Nalapraya bersama wakill-wakil negara Singapura,
Malaysia, dan Brunai Darusalam mendirikan Federasi Internasional Pencak
Silat yang dinamakan Persilat
(Persekutuan Pencak Silat antara Bangsa). Presiden Persilat I bapak H. Eddy
Marzuki Nalapraya, menjabat sampai dengan tahun 2002.
Dengan terbentuknya Persilat, maka perkembangan pencak silat lambat
laun sampai ke beberapa negara.
Kejuaraan tingkat internasional yang pertama adalah dengan diadakannya Invitasi
Pencak Silat Internasional I tahun 1982 di Jakarta. Perkembangan berikutnya
hingga saat ini telah dilaksanakan kejuaraan dunia sebanyak sebelas kali.
Tabel 1. Invitasi dan Kejuaraan Dunia
Pencak Silat
No.
|
Tahun
|
Tempat
|
Negara
Peserta
|
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
|
1982
1984
1986
1987
1988
1990
1992
1994
1997
2000
2002
|
Jakarta
Jakarta
Sudstadt (Austria)
Kuala Lumpur
Singapura
Den Haag (Belanda)
Jakarta
Hatjai (Thailand)
Kuala Lumpur
Jakarta
Kuala Lumpur
|
8 Negara
9 Negara
12 Negara
21 Negara
21 Negara
21 Negara
20 Negara
20 Negara
20 Negara
22 Negara
20 Negara
|
Sumber: Pondok Pustaka PB IPSI (2000: 27)
Sejak tahun 1992 nama Invitasi Pencak Silat diganti dengan Kejuaraan
Dunia Pencak Silat yang pertama kali di
Jakarta diikuti oleh 20 negara peserta. Dewasa ini PERSILAT telah berhasil
menghimpun 46 negara anggota yang tersebar di kawasan Asia, Eropa, Autralia dan
Oceania, Timur Tengah dan Afrika, serta Amerika (Oyong Karmayuda, 2001: 26).
Berikut nama-nama resmi organisasi 31 negara anggota PERSILAT.
Tabel 2. Nama Organisasi Negara Anggota PERSILAT
No.
|
Negara
|
Nama Organisasi
|
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
|
Benua Asia :
Indonesia
Singapura
Brunai
Darusalam
Malaysia
Thailand
Vietnam
Philipina
Myanmar
Laos
Jepang
Benua Eropa:
Belanda
Jerman
Austria
Perancis
Swiss
Belgium
Spanyol
Norwegia
Italia
Denmark
Yunani
England
Autralia dan Oceania:
Australia
New
Caledonia
Timur Tengah dan Afrika:
Palestina
Turki
Maroko
Arab
Saudi
Amerika:
Amerika
Suriname
Canada
|
:
Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI)
: Persekutuan
Silat Singapura (PERSISI)
:
Persekutuan Pencak Silat Kebangsaan Brunai (PERSIB)
:
Persekutuan Silat Kebangsaan Malaysia (PESAKA)
:
Pencak Silat Association Thailand (PSAT)
: Ikatan Pencak Silat Vietnam (ISAVIE)
:
Philippine Pencak Silat Association (PHISILAT)
:
Myanmar Pencak silat Association (MPSA)
:
Pencak Silat Laos (PSL)
:
Japan Pencak Silat Assotiation (JAPSA)
:
Netderlandse Pencak Silat Bond (NPSB)
:
Pencak Silat Union Deutschland (PSUD)
:
Pencak Silat Verband Osterreich (PSVO)
: France
Pencak Silat Federation (FPSF)
:
Assotiation Pencak Silat Switzerland PSHT)
:
Belgium Pencak Silat Bond (BPSB)
:
Spanish Pencak Silat Federation (ESPS)
:
Pencak Silat Norwegia (PSN)
:
(PISI)
:
Pencak Silat Denmark(PSD)
: PSG
:
Pencak Silat Federation of United Kingdom
: (WAPSA)
: Merpati Putih New Caledonia (MPNC)
: Pencak Silat Palestina
(PSP)
: Pencak Silat of Turkey (PST)
: Pencak Silat Maroko (PSM)
: Pencak Silat Arab Saudie (PSAS)
:
Pencak Silat of USA (PS-USA)
:
Suriname Pencak Silat Associatie (SPSA)
:
Pencak Silat Canada (PSC)
|
Sumber: Pondok Pustaka
PB IPSI (2000: 30)
4.
Periode Pembinaan (tahun 1980 sampai sekarang)
Pencak silat yang sudah berkembang di
negara-negara Asia, Eropa, Australia,
Timur Tengah dan Afrika, serta Amerika, oleh karena itu PB IPSI secara
terus menerus melakukan pembinaan. Untuk melangsungkan pembinaan tersebut, maka
PB IPSI mengawali pembinaan dengan pesta pencak silat tiga negara tanggal 25-26
April 1980, yang diikuti oleh negara; Indonesia, Malaysia, dan Singapura
sebagai tuan rumah.
Pada tanggal 6-8 Aguastus 1982 di Jakarta
diadakan Invitasi pertama pencak silat,
diikuti oleh negara; Belanda, Singapura, Malaysia, Jerman Barat, Amerika,
Australia, dan Indonesia.
Sidang umum I Persilat tanggal 6-10 Juli 1985
di Indonesia, terpilih sebagai presiden Persilat adalah bapak Eddy M. Nalapraya
dari Indonesia. Sejak itu Persilat merintis pencak silat untuk dapat masuk pada
even bergengsi Sea Games, oleh karena itu membina negara-negara Asia Tenggara
untuk ikut menjadi anggota Persilat dan mendukung sebagai olahraga resmi yang
dipertandingkan di Sea Games.
Tahun 1987 pencak silat berhasil masuk pertama
kali dalam pekan olahraga Asia Tenggara (Sea Games XIV di Jakarta), yang diikuti oleh lima
negara yaitu; Malaysia, Singapura, Brunai Darusalam, Thailand, dan Indonesia.
Hingga saat kini pencak silat telah resmi dipertandingkan di even Sea Games sebanyak
delapan kali (terakhir tahun 2001).
Tabel 3. Sea Games Pencak
Silat
No.
|
Tahun
Sea Games
|
Tempat
|
Negara
Peserta
|
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
|
1987 Sea games XIV
1989 Sea games XV
1991 Sea games XVI
1993 Sea games XVII
1995 Sea games XVIII
1997 Sea games XIX
1999 Sea games XX
2001 Sea games XXI
2003 Sea ganes XXII
|
Jakarta
Kuala Lumpur
Filipina
Singapura
Chiang May (Thailand)
Jakarta
Brunai Darusalam
Kuala Lumpur
Vietnam
|
5 Negara
5 Negara
Ekshibisi *)
8 Negara
8 Negara
9 Negara
9 Negara
9 Negara
9 Negara
|
Sumber:
Pondok Pustaka PB IPSI (2000: 29)
*) Organisasi
nasional Pencak Silat di Filipina belum ada, sehingga panitia belum mampu
menyelenggarakan pertandingan.
PENGEMBANGAN
PENCAK SILAT DI PERGURUAN TINGGI ASIAN
Mahasiswa sebagai barisan terdepan intelektual muda, sangat
menentukan terhadap perkembangan suatu negara. Maju-mundurnya negara dalam
berbagai aspek sangat ditentukan mahasiswa sebagai generasi penerus bangsa.
Dalam bidang budaya dan olahraga, peran mahasiswa sangat besar. Hal ini
terbukti bahwa sebagian besar (80%) pesilat daerah atau nasional berstatus
mahasiswa.
Pengenalan
terhadap pencak silat berlanjut tidak hanya dari aspek olahraga, tetapi minat
dan kecintaan tersebut berkembang pada aspek lainnya seperti seni beladiri.
Untuk itu PB IPSI terbuka menerima mahasiswa dari berbagai negara dalam upaya
pemasalan pencak silat. Mahasiswa yang sedang melakukan penelitian di Indonesia
antara lain; Hiltrud Cordes dari Universitas Koln Jerman Barat yang telah menjembatani
budaya timur dan barat, selain itu beberapa mahasiswa dari negara Spanyol,
Austria, dan Belgia belajar di Perguruan Tinggi Borneo.
Keberadaan pencak silat di
University of Chulalongkom Pattani Thailand adalah sebagai basis kegiatan.
Demikian juga University of Philiphines
di Filipina adalah sebagai tulang punggung tim pencak silat pada setiap
kejuaraan. Dan yang paling konsisten membina pencak silat menjadi olahraga
prioritas adalah Vietnam. Kejayaan Vietnam sebagai negara pendatang baru pada
Sea Games 1999, Kejuaraan Asia Pasifik 2001, dan Kejuaraan Dunia 2002 karena
didukung kompetisi antar sekolah dan perguruan tinggi yang ajeg (Oong Maryono,
2003: 23).
Di Indonesia pencak silat merupakan
salah satu cabang olahraga yang wajib dipertandingkan dalam Pekan Olahraga
Mahasiswa Nasional (POMNAS). Hal ini merupakan kebanggaan para mahasiswa dalam
puncak prestasi olahraga pencak silat di perguruan tinggi. Namun dibalik itu
pesilat-pesilat yang telah meraih juara tersebut belum bisa meneruskan prestasinya
di tingkat Asean, karena cabang pencak silat belum dipertandingkan di tingkat
perguruan tinggi Asean.
Belum maksimalnya pembinaan pencak
silat di kalangan perguruan tinggi negara Asean, merupakan tantangan organisasi
pencak silat dan instansi kemahasiswaan di negara bersangkutan. Untuk
mengantisipasi masuknya cabang pencak silat di pekan olahraga Asean, maka pada
tahun 1993 PERSILAT menyelenggarakan pertandingan pencak silat antar perguruan
tinggi kawasan Asianoleh STEKPI.
Prakarsa STEKPI ditindak lanjuti koordinasi
penyelenggaraan kegiatan pencak silat di kalangan perguruan tinggi tiap negara
Asianyang disusun secara terarah dan terpadu antara PERSILAT (IPSI,
PESAKA,PERSISI, PERSIB, PSAT, PHILSILAT dll.), organisasi keolahragaan
mahasiswa nasional (seperti BAPOMI), dan regional Asean, serta instansi
olahraga yang berwenang.
Bila koordinasi
ini dapat terwujud, maka program
penyelenggaraan pencak silat di kalangan perguruan tinggi Asiandapat
terlaksana. Melalui koordinasi tersebut dapat ditingkatkan peran serta
mahasiswa dalam upaya pembinaan dan pengembangan pencak silat sesuai dengan
nilai intelektual mahasiswa.
PENGEMBANGAN PENCAK SILAT KE ASIANGAMES
Perkembangan
pencak silat menuju Asian Gemes, memerlukan perjuangan panjang dan melelahkan.
Sejak Asian Games yang ke XIII tahun 1998 di Bangkok Thailand pencak silat telah diperjuangkan untuk dipertandingkan dan disetujui oleh
anggota PERSILAT Asia Tenggara. Perjalanan eksebisi menuju Busan Korea Selatan,
maka pencak silat harus ditinjau terlebih dahulu oleh Komite Olahraga Asia (Olympic Committee of Asia) yaitu pada saat Pekan Olahraga Nasional di Jawa Timur tentang teknis
penyelenggaraan pertandingan, peraturan, perwasitan, untuk dapat diterima di
Asian Games.
Menurut Oyong
Karmayuda (2000: 3) menyebutkan bahwa pencak silat masuk Asian Games selain
sudah mendapat dukungan negara Asia Tenggara, tiga negara Asia Timur (Jepang,
Korsel, dan Cina) PERSILAT juga mendapat dukungan dari negara Timur Tengah
(Palestina, Turki, Maroko, dan Arab Saudi).
Setelah tiga kali
usulan eksibisi pencak silat di Asian Games ditolak, maka Presiden Federasi
Pencak Silat Asia beserta Delegasi KONI pusat di bantu oleh Duta Besar RI di
KBRI Seoul bertemu dengan penyelenggara Asian Games XIV 2002 Busan (BAGOC).
Pertemuan panjang itu akhirnya membuahkan hasil diterimanya cabang pencak silat
untuk eksibisi di Asian Games XIV Busan dengan ketentuan semua biaya ditanggung
PERSILAT. Perjuangan menuju Busan masih panjang karena biaya penyelenggaraan
dari akomodasi, transportasi, alat fasilitas, termasuk honorarium harus
ditanggung oleh PERSILAT yang akhirnya dibiayai oleh sponsor utama Nasional
Gobel.
Dengan
dipertandingkannya pencak silat di Asian Games XIV Busan Korea Selatan yang
bersifat bukan demonstrasi maupun eksibisi, namun sebagai kegiatan budaya (sport cultural event). Hal ini sangat
bermanfaat sebagai upaya untuk mengangkat olahraga tradisi bangsa Indonesia ini
ke ajang internasional. Keberhasilan ini berkat dukungan Komite Olahraga
Nasional dari Korea Selatan.
Perjuangan pencak silat ke Asian Games masih
panjang, karena keberadaan pencak silat di Busan sebagai bagian dari promosi
yang harus dipersiapkan secara matang.
Persiapan Asian Games XV 2006 di Qatar, PERSILAT harus mempersiapkan
langkah-langkah strategis dengan mengundang negara-negara Asia untuk berlatih
di Padepokan Pencak Silat dan mengirimkan tenaga pelatih yang kualified ke
negara anggota baru. Pendekatan ini secara perlahan akan mengundang simpatik
negara anggota PERSILAT untuk mendukung diselenggarakannya pencak silat di
Asian Games XV 2006.
0 komentar:
Posting Komentar