Sejak awal abad ke-20 kebudayaan cenderung kita pahami sebagai konsep yang akademis, tetapi tetap saja kita saksikan, alami, jalani, selenggarakan dan cerdasi sebagai realitas empiris. Sebagai realitas empiris kebudayaan itu adalah fenomenen yang multikompleks. Sebagai konsep, dia hanya ada dalam pikiran kita dan merupakan bagian terpenting dalam upaya kita untuk memahami realitas eksistensi kita yang kompleks dan paradoksal, namun menyangkut semua orang tanpa terkecuali.kita memahami kebudayaan sebagai konsep dalam upaya untuk memahami substansinya, mengenal anatominya, mengetahui fungsi dan cara kerjanya, serta mengantisipasi kecenderungannya maupun kegagalannya.
Dalam filsafat sangat biasa
terjadi bahwa orang merumuskan definisi yang berbeda untuk satu pengertian yang
sama, atau sebaliknya, menamai suatu realitas yang sama dengan istilah yang
berbeda-beda.
KBBI menjelaskan istilah
budaya sebagai : 1) pikiran ; akal budi : hasil budaya; 2) adat istiadat :
menyelidiki bahasa dan budaya; 3) sesuatu mengenai kebudayaan yang sudah
berkembang (beradab, maju) : jiwa yang berbudaya; 4) sesuatu yang sudah menjadi
kebiasaan yang sudah sukar diubah.” Sedangkan istilah kebudayaan dijelaskan
sebagai “1) hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budi) manusia seperti
kepercayaan, kesenian, dan adat istiadat; 2) keseluruhan pengetahuan manusia
sebagai makhluk sosial yang digunakan untuk memahami lingkungan serta
pengalamannya dan yang diberikan oleh beberapa pemikir lain sebagai berikut.
Menurut JWM Bakker istilah
budaya dalam bahasa Indonesia berasal dari istilah ‘abhyudaya’ dalam bahasa
sansekerta dan dalam bahasa itu “menegaskan : hasil baik, kemajuan, kemakmuran
yang serba lengkap sebagaimana dipakai dalam kitab Dharmasutra dan dalam kitab-kitab
agama Buddha untuk menunjukan kemakmuran, kebahagiaan, kesejahteraan moral dan
rohani, maupun material dan jasmani, sebagai kebalikan dari nirvana atau
penghapusan segala musibat untuk mencapai kebahagiaan di dunia.” Merujuk kepada
Gonda, lebih jauh lagi JWM Bakker mengindikasikan bahwa bahasa Jawa membedakan
istilah kebudayaan sebagai cultuur dalam bahasa Belanda yang mencakup culture
dan civilization dalam bahasa Inggris di satu pihak, dari istilah
‘kabudidayaan’ dalam arti cultures dalam bahasa Belanda yang berarti
plantations (perkebunan) dalam bahasa Inggris.
Lain lagi Supartono yang
menulis “kata kebudayaan berasal dari kata budh dalam bahasa sansekerta yang
berarti akal, kemudian menjadi kata budhi (tunggal) atau budhaya (majemuk),
sehingga kebudayaan diartikan sebagai hasil pemikiran atau akal manusia.” Namun
dia setuju dengan ekuivalen ‘culture’ dalam bahasa Inggris dan ‘cultuur’ dalam
bahasa belanda yang masih mempunyai konotasi pengerjaan tanah, seperti asal
katanya dalam bahasa latin cultura (dari colere) yang memang bertautan dengan
pengerjaan tanah sebagai agriculture.
Kebudayaan menurut E. B.
Taylor pada tahun 1871 dalam bukunya Primitive Culture dimana kebudayaan
diartikan sebagai keseluruhan yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, seni,
moral, hukum, adat serta kemampuan dan kebiasaan lainnya yang diperoleh manusia
sebagai anggota masyarakat.
Dalam sejarah ilmu pengetahuan
Eropa, dimana studi tentang antropologi kebudayaan dan filsafat kebudayaan
mula-mula berkembang, pengertian belanda cultuur, culture (Inggris) dan kultur
(Jerman) disatu pihak, yang berhadapan dengan istilah peradaban sebagai
civilisatie (belanda), civilization (Inggris) dan zivilisation (Jerman) dan di
lain pihak juga telah menjalani evolusi konotatif. Selagi cultuur belanda
mula-mula lebih relevan dengan urusan perkebunan dan kultur Jerman yang lekat
dengan pendidikan, maka couture Prancis lebih berwarna gaya pergaulan
masyarakat kelas atas. Istilah culture Inggris memaknai pola dan cara hidup
suatu masyarakat dan adalah yang paling dekat dengan apa yang kita pahami
sekarang dengan kebudayaan. Pengertian culture Inggris sebagai way of life
itulah yang sekarang lazim digunakan dalam wacana tentang kebudayaan.
Dalam wacana zaman kita,
pemahaman tentang kebudayaan sudah jauh melampaui konotasi pengerjaan tanah
belaka atau bahkan juga alam, dan semakin mencakup kesegalaan serta bahkan
meraup segala kemungkinan yang berkenaan dengan eksistensi manusia. Pada
tataran empiris kita sering berjumpa dengan istilah kebudayaan dengan makna
cultivation dalam konteks seni dan apa yang disebut sebagai social graces atau
juga body of artistic works, yaitu persis seperti yang dimaksudkan dalam malam
kebudayaan atau pekan kebudayaan dan karya-karya seni rupa. Dalam antropologi
kebudayaan istilah kebudayaan hendak lebih banyak menunjukkan kepada pengalaman
dan gaya hidup yang dipelajari dan diakumulasi, diteruskan serta dikembangkan
dan dengan begitu nyaris merujuk kepada perjalanan sejarah manusia.
Sumber
Salam, Burhanuddin. 2005. Pengantar Filsafat.
Jakarta: Bumi Aksara.
Suriasumantri,
Jujun S. 2005. Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka
Sinar Harapan.
Kusumohamidjojo,
Budiono. 2009. Filsafat Kebudayaan: Proses Realisasi Manusia.
Yogyakarta: Jalasutra.
0 komentar:
Posting Komentar